Nilai Sebuah “Dia”
February 7, 2012Rapat Kerja KaLAM 1433H
March 2, 2012Assalamu’alaikum sahabat KaLAM yang super.^_^
Alhamdulillah,setelah melewati proses penilaian, Pena KaLAM telah mendapatkan pemenang hasil penulisan artikel terbaik.
Dan berikut dua artikel terbaik dari masing-masing tema.Diambil pula juara umum karena sahabat kita ini menulis dua artikel sekaligus,hmm..subhanallah ya.Bagi yang belum mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan hadiah utama,teman-teman tidak usah berkecil hati,..oke?.Insya Allah artikel akan tetap dimuat dalam database Pena KaLAM.Bagi teman-teman yang punya hobi menulis silakan kirimkan tulisannya ke kalam.fkugm@yahoo.com ,ini berlaku setiap harinya a.k.a unlimited. So,jangan berhenti menulis untuk terus berkarya dan menginspirasi sekitar Anda.
Imam Ghazali berkata, “Dengan menulis, Anda bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia secara tidak terbatas”
Valentine dalam Kacamata: Sejarah, Budaya, dan Agama(Kuniarti Rachmat/IK 2010)
Ada apa dengan tanggal 14 Februari?
Ya, tanggal 14 Februari dijadikan tanggal perayaan hari kasih sayang sedunia atau dikenal dengan nama “Valentine Day”. Perayaan hari kasih sayang itu dilaksanakan di berbagai belahan dunia dari muda-mudi hingga lansia antara orang tua dengan anaknya, pasangan suami istri, pasangan muda-mudi, kerabat, rekan kerja, teman, dan sebagainya. Bentuk kasih sayang disimbolkan berbeda-beda sesuai budaya setempat. Ada yang mengartikannya dengan perayaan minum-minum, pesta, dan hura-hura. Ada yang saling bertukar kado dan coklat sebagai tanda hadiah serta semarak warna merah jambu dan lambang hati. Ada yang saling bermesraan dan pengungkapan rasa cinta. Bahkan, ada yang melegalkan hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan. (Naudzubillahi min dzalik)
Sebenarnya, bagaimana sejarah “Valentine Day” itu?
Sejarah “Valentine Day” masih belum jelas. Menurut The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Christianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan wafat pada 14 Februari.
Bagaimana dengan budaya Valentine itu?
Dilihat dari sejarah, “Valentine Day” berhubungan dengan kepercayaan bangsa Eropa bahwa 14 Februari adalah hari ketika burung mencari pasangan untuk kawin. Kepercayaan ini ditulis pada karya sang sastrawan Inggris pertengahan ternama Geoffrey Chaucer pada abad ke-14. Ia menulis di cerita Parliament of Foules (Percakapan Burung-Burung): For this was sent on Saint Valentine’s day (“Untuk inilah dikirim pada hari Santo Valentinus”). When every foul cometh there to choose his mate (“Saat semua burung datang ke sana untuk memilih pasangannya”).
Berdasar hal tersebut, tidak heran “Valentine Day” dijadikan hari perayaan kasih sayang yang justru menjerumuskan banyak remaja ke dalam perbuatan dosa. Budaya pesta, hura-hura mencerminkan pemborosan yang dibenci oleh Allah SWT. Budaya yang lazim terlihat saat “Valentine Day” ialah ketika pasangan muda-mudi berpegangan tangan, saling bermesraan di depan umum, bahkan hal yang dilarang baik dari segi norma hukum, agama, kesopanan, dan kesusilaan, menjadi “boleh” karena hari khusus tersebut. Budaya barat yang memandang hubungan perzinaan itu biasa sungguh telah meracuni pikiran generasi muda sekarang. Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’: 32)
Hati-hati dalam mengikuti trend sekarang, Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata ‘Valentine’ berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, Tuhan orang Romawi”. Jadi jelas, jika mengatakan “Would you be my valentine?” akan mengarah ke perbuatan syirik. Ditambah lagi dengan kepercayaan adanya dewa cinta “Cupid atau malaikat bersayap dengan panah” menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Bagaimana Islam memandang Valentine itu?
Islam jelas tidak memperbolehkan perayaan “Valentine Day” sebab bersumber selain dari Al Quran dan Hadits. Unsur-unsur dalam perayaan “Valentine Day” tersebut seperti boros, syirik, zina, minum-minum, pacaran, dan sebagainya telah menggeser nilai, adat, budaya, ajaran agama, sikap atau perilaku remaja sekarang. Semangat Valentine hanya semangat yang bertabur dengan hal-hal negatif yang mendekatkan kita pada perbuatan dosa dan azab neraka.
Ibnul Qayyim al Jauziyah berkata;
“Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya bagimu!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang telah bersujud kepada Salib. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah” (Lihat: Ahkam Ahli adz-Dzimmah, juz. 1, hal. 441)
Bagaimana sesungguhnya kasih sayang dalam Islam?
Islam tidak mengenal “Valentine Day”. Apakah jika kita ingin menunjukkan kasih sayang harus dengan perayaan khusus satu hari saja yaitu 14 Februari? Tidak. Pernyataan kasih sayang tidaklah terbatas oleh ruang dan waktu.
”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari-Muslim)
Islam sangat melarang keras untuk saling membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang terhadap umat manusia.
Dalam hadits Nabi SAW .,
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kecintaan, kasih-sayang dan belas kasihan sesama mereka, laksana satu tubuh. Apabila sakit satu anggota dari tubuh tersebut maka akan menjalarlah kesakitan itu pada semua anggota tubuh itu dengan menimbulkan insomnia (tidak bisa tidur) dan demam (panas dingin).” HR. Muslim.
Bahkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Anas ra. Nabi bersabda :
“Tidak akan masuk surga kecuali orang yang penyayang”.
Dalam ajaran Islam pun adanya hablumminallah dan hablumminannas merupakan wujud kasih sayang yang terlihat dari ukhuwwah islamiyah antar muslim.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
(Surah Al-Isra : 36).
Dengan demikian marilah kita mencontoh budi pekerti Nabi besar Muhammad SAW, yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits sebagai jalan untuk kebaikan untuk di dunia dan hari kemudian.
Idola Sepanjang Zaman(Isti Qona’atun/GK 2010)Muhammadku Muhammadku dengarlah seruanku
Aku rindu aku rindu padamu Muhammadku…
Kau ajarkan hidup ini untuk saling mengasihi
Kutanamkan dalam hati
Kuamalkan sejak kini
Hai sahabat semua…pastinya udah nggak asing lagi dengan lirik lagu yang satu itu kaan. Lagu yang penuh keceriaan, semangat, pengingat, apapun deh yang memberikan kesan bahagia. Apalagi bertemu dengan sahabat semua, jadi rasanya semangat kebaikan ini selalu menggelora. Bertemu dengan sahabat KaLAM yang selalu bersemangat dalam berlomba. Berlomba menuju kebaikan untuk meraih pintu surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya…
Sahabat, pastinya pada sadar kan kalo menurut kalender masehi, ini adalah bulan Februari, tapi kalo menurut kalender hijriyah, ini adalah bulan Rabiul Awal. Masih ingat kalo ada yang spesial di bulan Rabiul Awal ini?Agenda spesial yang belum lama ini diperingati oleh umat muslim, tidak hanya para muslim di Indonesia tapi juga di berbagai negara.
Yak tepat sekali… Maulid Nabi Muhammad SAW, yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awal dan pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 5 Februari 2012 kemarin.
Peringatan maulid nabi ini sejatinya tidak harus dilaksanakan dengan diadakannya ritual ataupun kegiatan khusus karena pada dasarnya peringatan tersebut tidak mempunyai dalil yang kuat. Momentum maulid nabi bukanlah sesuatu yang harus diperingati dengan euforia seperti peringatan tahun baru masehi, tetapi momentum ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita untuk menilik kembali kisah keteladanan yang banyak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga kita juga dapat mengukur kembali tingkat kecintaan kita terhadap sang suri tauladan sepanjang zaman tersebut. Uswatun khasanah yang tidak tergantikan, Rasulullah Muhammad SAW.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab : 21)
Sebagai seorang rasul, secara otomatis sifat ma’sum(terjaga) melekat pada diri Rasulullah SAW. Sejak kecil beliau sudah merasa tidak ‘sreg’ dengan kondisi lingkungan dimana dia dibesarkan. Lingkungan orang-orang yang masih dalam kondisi jahiliyah. Bahkan untuk menghindari pengaruh negatif yang mungkin di timbulkan dari lingkungannya, ibunda Rasulullah, Siti Aminah, mempercayakan pengasuhan Muhammad kecil kepada Tsuwaibah dan Halimah Sa’diyah yang sekaligus sebagai ibu susuan Nabi Muhammad SAW. Selain itu, hal seperti ini memang sudah menjadi kebiasaan Bangsa Arab pada masa itu, yaitu mencari wanita-wanita yang mau menyusui anak-anaknya sebagai langkah untuk menjauhakan anak-anak itu dari penyakit yang biasa menjalar di daerah yang sudah maju.
Sebagai seorang rasul akhir zaman, Rasulullah SAW telah menampakkan sekian banyak kelebihan pada dirinya sejak masa kanak-kanak. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya, beliau adalah sosok yang unggul dalam pemikiran jitu (misalnya dalam perencanaan tak-tik perang), cerdas, solutif, tak pernah menggunakan waktunya untuk hal yang tidak berguna, dan berbagai kelebihan lainnya.
Rasulullah tak pernah menggunakan waktunya dengan hal yang sia-sia seperti yang diriwayatkan Ibnul Atsir, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang Jahiliyah kecuali hanya dua kali. Setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya. Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku di suatu bukit di Makkah, “Tolong awasilah kambing-kambing gembalaanku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana seperti yang dilakukan para pemuda yang lain.”
Maka aku beranjak pergi. Di samping rumah pertama yang kulewati di Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana.
“Ada apa ini?” aku bertanya
Orang-orang menjawab, “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah”
Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan. Namun, Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangaun karena sengatan matahari esok harinya.
Di malam lainnya beliau melakukan hal yang sama, tetapi hal seperti di atas terulang kembali karena sekali lagi, sifat ma’sum yang ada pada diri Rasulullah adalah bukti bahwa Allah selalu menjaga beliau agar selalu memanfaatkan waktunya bukan untuk hal sia-sia.
Memperbincangkan keteladanan akhlak Rasulullah memang tidak akan ada habisnya, banyak sekali yang dapat kita jadikan contoh dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh lain yang dapat kita ambil dari sang suri tauladan sejati kita adalah tentang kebijaksanaan beliau dalam menyelesaikan permasalahan siapa orang yang berhak mengembalikan hajar aswad di tempat asalnya.
Ketika itu, jalan tengah yang diambil beliau adalah denganmeletakkan hajar aswad di tengah-tengah sehelai kain dan semua sisi kain tersebut di pegang oleh pemuka-pemuka kabilah yang berselisih. Kemudian, setelah sudah mendekati tempat asli hajar aswad, beliau mengambil hajar aswad tersebut dan meletakkannya di tempat semula. Dengan cara ini, tak ada orang yang protes ataupun tidak setuju. Semua merasa bahwa hal tersebut adalah keputusan yang terbaik dari segala pilihan yang ada.
Dari cerita tersebut juga Rasulullah mencontohkan bahwa menyelesaikan masalah, menyebarkan kebaikan tidak harus selalu dengan jalan berdebat, tapi sampaikanlah kebaikan itu dengan hikmah. Dimulai dari membiasakan diri sendiri dahulu dengan kebaikan tersebut, bukan langsung menghakimi. Coba tengok potongan ayat di bawah ini:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl: 125)
Jelas terlihat kan…bahwa dalam menyebarkan kebaikan Islam itu ‘dimulai dengan hikmah’, ‘pelajaran yang baik’, dan cara yang terakhir adalah ‘bantahlah dengan cara yang baik’. Sahabat semua tau kan….kalo urutan bacaan yang ditulis dalam al-qur’an itu punya makna yang ketat lho.
Penyebaran nilai-nilai Islam dalam kehidupan tidak akan tersampaikan dengan baik ketika penyampaiannya hanya melalui perdebatan. Bisa-bisa malah dari perdebatan yang terjadi tidak mendapatkan sebuah solusi yang dikaji dengan hukum Islam tapi yang ada adalah perbedaan pemahaman yang lebih keras dan menyebabkan umat muslim mengalami perpecahan.
Semua yang sudah kita cermati tadi barulah keteladanan yang diberikan Rasulullah selama beliau belum diangkat oleh Allah menjadi seorang rasul. Belum diangkat menjadi rasul Allah saja akhlak beliau sudah begitu memesona apalagi ketika beliau telah menjadi soerang rasul Allah, pastinya lebih banyak sifat-sifat teladan yang dapat kita teladani.
Sebagai penutup, sekedar mengingatkan sahabat semua bahwa adanya momentum Maulid Nabi ini bukanlah bertujuan untuk menampakkan euforia umat muslim dalam rangka merayakan kelahiran sang uswatun hasanah, tetapi marilah momentum ini kita jadikan momentum introspeksi diri, sebagai tolok ukur sudah sejauh mana kita mengenal beliau dan sejauh mana kita mengikuti apa yang telah beliau contohkan selama ini.
Marilah kita senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan untuk mengubah diri ini menjadi pribadi yang senantiasa lebih baik dari hari kehari dengan meneladani akhlak makhluk Allah yang pantas kita jadikan idola sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad SAW.