Cognitive Dissonance
April 29, 2015Pengumuman IHD 2015
May 10, 2015Manusia dalam hidupnya tentu memiliki peran yang bermacam-macam. Peran yang bermacam-macam itu pun seringkali menuntut untuk dijalankan seluruhnya, dan bukan tidak mungkin dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, seorang ibu. Beliau memiliki minimal empat peran sekaligus, yaitu sebagai seorang ibu dan pendidik bagi anak-anaknya, seorang istri bagi suaminya, seorang profesional apabila ia bekerja, hingga seorang pengatur ekonomi keluarga.
Begitupun juga mahasiswa. Mahasiswa sendiri dengan statusnya sebagai mahasiswa, memiliki peran sebagai seorang yang terpelajar yang mampu memberikan perubahan, yang lebih terkenal dengan sebutan agent of change. Mahasiswa juga memiliki peran lain yaitu sebagai da’i (agent of value) serta iron stock. Meski demikian, mahasiswa juga memiliki peran sebagai seorang anggota keluarga, peran sebagai seorang pelajar yang mewajibkannya menuntut ilmu, peran sebagai anggota organisasi tertentu, hingga perannya sebagai agen dakwah.
Dari berbagai peran yang dimiliki oleh manusia, sesungguhnya ada sebuah peran dasar yang selalu ada pada diri manusia, yaitu peran sebagai hamba Allah SWT. Dengan sedemikian banyak peran yang kita jalankan, terkadang kita sering dihadapkan pada sebuah persimpangan jalan. Jalan manakah yang harus kita pilih? Apakah kita sebaiknya menjalankan peran sebagai anggota keluarga terlebih dahulu? Ataukah peran sebagai seorang mahasiswa? Ataukah peran sebagai seorang yang mengemban amanah dalam sebuah organisasi?
Sebagai seorang hamba Allah SWT, tentunya peran utama yang harus selalu kita laksanakan adalah beribadah kepadaNya, seperti firman Allah SWT dalam QS Adz-Dzariyat ayat 56: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu.”
Pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang dimaksud dengan ibadah serta ibadah seperti apa yang harus kita lakukan? Secara sederhana, definisi ibadah menurut KBBI adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Ibadah sendiri dapat dibedakan menjadi dua:
- Ibadah mahdlah, adalah ibadah khusus yang tata caranya sudah ditentukan oleh Allah SWT. Contoh dari ibadah mahdlah sendiri adalah sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah lain yang sudah ditentukan tata caranya.
- Ibadah ghairu mahdlah, adalah ibadah umum yang merupakan segala amalan yang diizinkan oleh Allah SWT. Contoh dari ibadah ghairu mahdlah antara lain menuntut ilmu, menolong orang lain, berbakti kepada orang tua, dan amalan-amalan baik lainnya.
Dari definisi ibadah di atas, dapat disimpulkan bahwa ibadah memiliki makna yang luas. Ibadah tidak hanya diartikan sebagai sholat maupun puasa, bahkan seseorang yang tersenyum pun adalah ibadah, juga seseorang yang menuntut ilmu pun adalah ibadah, selama semua hal yang dilakukannya itu diniatkan karena Allah SWT semata. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka; dan barangsiapa merintis jalan yang buruk dalam Islam, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa mereka.” (HR Muslim, Nasa’i, Ahmad, Turmudzi, Abu Dawud, dan Darimi)
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, menuntut ilmu pun adalah ibadah. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Mujadalah ayat 11, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS Al-Mujadalah ayat 11 di atas, Allah SWT telah jelas memerintahkan kepada manusia untuk melapangkan majelis-majelis atau secara sederhananya memerintahkan kepada manusia untuk menuntut ilmu. Allah SWT pun akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat dibandingkan dengan orang lain yang tidak beriman dan berilmu. Mengapa harus beriman dan berilmu?
Menurut Kak Sakinah dalam acara Ceria di Ruang Kuliah Bambang Soetarso lantai dua, Jum’at, 17 April 2015, seseorang yang memiliki ilmu harus didasari dengan iman, sebaliknya orang yang sudah beriman pun harus meningkatkan ilmu yang dimilikinya. Ilmu yang tidak didasari dengan iman, dapat membahayakan pemilik ilmu tersebut. Contohnya dapat kita lihat pada para petinggi negara yang melakukan korupsi. Petinggi-petinggi negara tersebut merupakan orang yang memiliki ilmu, namun tidak mempergunakan ilmu yang dimilikinya di jalan yang benar. Sebaliknya, justru mempergunakan ilmu yang dimilikinya untuk mencapai keuntungan pribadi.
Allah SWT juga menyeru manusia untuk menuntut ilmu dalam firmanNya dalam QS Al-Jaatsiyah ayat 5, Allah SWT berfirman, “dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan Allah dari langit, lalu dengan (air hujan) itu dihidupkanNya bumi setelah mati (kering); dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.” Dalam ayat tersebut terkandung seruan bagi manusia untuk bertafakur serta menggunakan akal yang telah diberikan Allah SWT untuk berpikir mengenai penciptaan alam semesta.
Sementara itu, menurut Kak Sakinah, orang-orang yang menuntut ilmu dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
- Apabila ia mendapatkan ilmu, maka ia akan sombong.
- Apabila ia mendapatkan ilmu, maka ia akan tawadhu dan mendalami ilmu yang didapatkannya.
- Apabila ia mendapatkan ilmu, maka ia merasa bahwa ia tidak ada apa-apanya, ia hanyalah seorang manusia biasa yang sangat kecil di hadapan Allah SWT.
Sering tanpa disadari, kita merasa hebat apabila menguasai ilmu-ilmu baru. Padahal sesungguhnya, perasaan hebat itu tidak ada artinya. Allah SWT berfirman dalam QS Luqman ayat 27, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Oleh karena itu, seperti pepatah “padi semakin berisi semakin merunduk”, maka seharusnya seorang mahasiswa atau seorang muslim yang sedang menuntut ilmu hendaklah mengembangkan sikap tawadhu serta mendalami ilmu-ilmu tersebut sebagai salah satu bagian dari ayat-ayat Allah SWT yang terdapat di alam semesta.
Maka pertanyaan “Ibadah atau menuntut ilmu?” pun terjawab. Ibadah adalah hal yang harus diutamakan karena merupakan peran dasar manusia, sementara menuntut ilmu jika diniatkan karena Allah SWT pun dapat dinilai sebagai ibadah. Ibaratnya antara ilmu dunia juga ilmu akhirat, antara urusan dunia juga ibadah harus balance. Kak Sakinah memiliki istilah tersendiri yaitu, “Kuliah+Tarbiyah=Jannah”. Kuliah merupakan jalan untuk menuntut ilmu, sementara tarbiyah juga merupakan jalan untuk menuntut ilmu Allah SWT sehingga kita dapat lebih mengenal Allah SWT dan menjalankan tugas untuk beribadah kepadaNya, serta jannah atau surga adalah tujuan akhir yang Insya Allah dicapai melalui keduanya.
-Imaniatush Sholikhah [Publikasi dan Media]